Tamperan: Napak Tilas Maritim dan Dinamika Nelayan di Selatan Jawa


Perahu yang berlabuh di Pantai Sentolo Tahun 1948. Sumber : KITLV MLD226_031 https://digitalcollections.universiteitleiden.nl/view/item/756326


Dalam sejarah panjang peradaban Indonesia, laut bukan sekadar batas geografi, melainkan nadi utama kehidupan bangsa. Sebagai negara kepulauan, posisi strategis Indonesia membuat laut menjadi medium utama pergerakan manusia, barang, budaya, hingga kekuasaan. Di tengah lanskap maritim itu, pelabuhan memiliki posisi sentral—sebagai simpul peradaban dan pusat aktivitas sosial ekonomi. Salah satu pelabuhan yang menyimpan sejarah penting dan jarang dibahas dalam kajian arus utama adalah Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Tamperan di Kabupaten Pacitan, Jawa Timur. Kawasan ini, yang berbatasan langsung dengan Samudera Hindia, bukan hanya menjadi tempat berlabuh perahu, tetapi juga menyimpan transformasi sosial, budaya, dan teknologi yang menggambarkan dinamika nelayan pesisir dalam lintasan sejarah Indonesia modern.

Dari Pantai Sentolo ke Pelabuhan Tamperan: Jejak Kolonial dan Awal Aktivitas Maritim

Awal mula sejarah Pelabuhan Tamperan berkaitan erat dengan keberadaan Pantai Sentolo yang berada di sisi barat Teluk Pacitan. Kawasan ini telah digunakan sebagai titik aktivitas pelayaran sejak masa kolonial Belanda. Pada tahun 1948, pemerintah kolonial membangun sejumlah infrastruktur pendukung aktivitas kelautan di sana, termasuk dermaga beton yang menjorok ke laut, rumah loji, dan pos penjagaan. Bukti fisik keberadaan bangunan ini sempat didokumentasikan dalam arsip visual milik KITLV Leiden, yang menunjukkan aktivitas pelabuhan yang sudah berjalan aktif meskipun belum sepenuhnya modern. Keberadaan jembatan sepanjang 50 meter dari beton dan besi menunjukkan bahwa kawasan ini dipandang cukup strategis oleh pihak kolonial. Pantai Sentolo saat itu menjadi tempat berlabuh perahu-perahu kecil milik nelayan lokal karena perairannya yang relatif tenang.

Dermaga dan Rumah Loji Belanda

di Pantai Sentolo Tahun 1948. Sumber: KITLV MLD222_019. Diakses dari https://digitalcollections.universiteitleiden.nl/view/item/751608

 

Namun, setelah Indonesia merdeka, tidak serta merta kawasan ini dikembangkan. Barulah pada akhir dekade 1970-an, Pemerintah Kabupaten Pacitan mulai menyadari potensi besar yang tersimpan di kawasan ini. Pantai Sentolo mulai dibangun dan dijadikan pangkalan pendaratan ikan. Pembangunan ini menjadi awal dari transformasi kawasan pesisir yang dulunya hanya tempat aktivitas ekonomi tradisional, menjadi pelabuhan dengan fungsi strategis.

Perkembangan Fisik dan Kelembagaan Pelabuhan: Antara Infrastruktur dan Perubahan Institusional

Transformasi fisik pelabuhan berlangsung secara bertahap. Pada periode 1980 hingga awal 2000-an, pelabuhan yang semula bersifat sederhana mulai dilengkapi fasilitas seperti Tempat Pelelangan Ikan (TPI), dermaga beton, dan gedung pengelola. Meski pembangunan fisik mengalami kemajuan, keterbatasan sarana seperti kolam labuh dan breakwater masih menjadi kendala dalam mendukung aktivitas kapal berukuran besar.

Memasuki tahun 2003, pemerintah pusat menggulirkan program pembangunan fasilitas inti pelabuhan. Di antaranya adalah pemecah gelombang, pengerukan kolam labuh untuk mengatasi sedimentasi, serta pembangunan fasilitas darat seperti menara air, SPBN (Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan), dan gudang es. Dengan semakin lengkapnya fasilitas tersebut, status pelabuhan meningkat dari tipe D menjadi tipe C, dan secara resmi dinamakan Pelabuhan Perikanan Pantai Tamperan. Perubahan kelembagaan pun terjadi: dari semula dikelola oleh Dinas Perikanan Kabupaten, kemudian menjadi kewenangan provinsi di bawah Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) yang diresmikan tahun 2009 oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Evolusi Teknologi Transportasi dan Penangkapan Ikan: Dari Perahu Konthing ke Kapal Motor

Transformasi fisik pelabuhan berjalan seiring dengan perkembangan teknologi yang digunakan oleh para nelayan. Pada masa awal, nelayan lokal hanya menggunakan alat transportasi tradisional seperti perahu konthing, perahu mancung, dan jukung. Perahu ini tidak menggunakan mesin, dan lebih bergantung pada tenaga angin atau dayung. Dengan bentuk ramping dan ukuran kecil, perahu tersebut hanya memungkinkan penangkapan ikan di sekitar pantai, dan hasil tangkapannya pun terbatas, umumnya untuk konsumsi keluarga.

Namun, kedatangan nelayan dari luar daerah, yang disebut sebagai nelayan andon, membawa perubahan besar. Mereka berasal dari Trenggalek, Pekalongan, Sinjai, hingga komunitas Bugis yang dikenal memiliki budaya maritim yang kuat. Nelayan-nelayan ini membawa serta kapal bermesin dengan kapasitas lebih besar, seperti kapal slerek dan sekoci. Mereka juga memperkenalkan sistem one boat dan two boat dalam penggunaan alat tangkap purse seine, serta membawa teknik modern lainnya seperti gillnet dan handline.

Kapal Slerek. Sumber: Yusuf Mukib

Kapal-kapal besar ini tidak hanya memperluas wilayah tangkapan ke tengahlaut, tetapi juga mengubah pola aktivitas nelayan lokal. Tidak sedikit nelayan lokal yang kemudian belajar dan meniru teknologi dari para nelayan andon, baik dari segi jenis kapal, metode tangkap, hingga manajemen hasil tangkapan. Interaksi ini membentuk simbiosis antara masyarakat lokal dan pendatang, yang dalam jangka panjang meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan masyarakat pesisir.

Dinamika Sosial dan Ekonomi: Pengaruh Nelayan Andon terhadap Masyarakat Lokal

Selain berdampak pada teknologi, kedatangan nelayan andon turut memengaruhi struktur sosial dan ekonomi masyarakat sekitar pelabuhan. Sebelum kehadiran mereka, nelayan lokal menjalankan aktivitas secara subsisten dan fleksibel—melaut hanya saat cuaca baik atau ketika ada waktu luang di sela pekerjaan bertani. Namun, kehadiran nelayan andon yang lebih profesional, terorganisir, dan memiliki modal besar mendorong nelayan lokal untuk berubah.

Modernisasi teknologi turut membawa perubahan sosial yang kompleks. Di satu sisi, terjadi peningkatan pendapatan dan efisiensi kerja. Namun di sisi lain, muncul pula kompetisi, dominasi nelayan luar, serta perubahan nilai-nilai kultural lokal. Interaksi sosial antar komunitas pun menjadi semakin beragam, mulai dari kerja sama dalam aktivitas bongkar muat ikan hingga munculnya pasar-pasar baru di sekitar pelabuhan.

Pelabuhan Tamperan menjadi ruang sosial yang dinamis—tempat bertemunya teknologi, tradisi, dan pasar. Ia mencerminkan bagaimana sebuah kawasan pesisir dapat tumbuh menjadi simpul ekonomi yang penting jika didukung oleh infrastruktur yang memadai, serta interaksi terbuka antara pelaku ekonomi dari berbagai latar belakang.

Melalui lensa sejarah, Pelabuhan Tamperan bukan hanya sebuah infrastruktur perikanan. Ia adalah representasi dari dinamika manusia dan laut, dari ketegangan antara tradisi dan modernitas, dan dari potensi besar wilayah pesisir dalam menyokong kemandirian ekonomi bangsa. Dalam konteks Indonesia sebagai negara kepulauan, kisah Tamperan menawarkan pelajaran penting: bahwa keberhasilan pembangunan pelabuhan bukan semata soal bangunan fisik, tetapi terletak pada sejauh mana ia mampu menjadi katalis perubahan sosial dan teknologi yang inklusif.


Artikel ini bersumber dari hasil penelitian Yusuf Mukib, Nidia Vega Riyani, Nurul Istiqomah, Tama Muni’am, dan Sri Dwi Ratnasari. Prodi Pendidikan Sejarah STKIP Pacitan

Daftar Pustaka

Febri Hariyono. (2016). Komposisi Ikan Hasil Tangkapan pada Alat Tangkap Purse Seine di UPT Pelabuhan Perikanan Tamperan Pacitan Jawa Timur.

Ismaun. (2010). Metodologi Sejarah. Bandung: Asosiasi Pendidikan Sejarah.

Nyoman Dantes. (2012). Metode Penelitian. Yogyakarta: CV Andi Offset.

Sulasman. (2014). Metode Penelitian Sejarah. Bandung: Pustaka Setia.

Triatmodjo, B. (2010). Perencanaan Pelabuhan. Yogyakarta: Penerbit Beta Offset.

UPT PP Tamperan. (2015 & 2021). Laporan Tahunan Pelabuhan Perikanan Tamperan. Pacitan.

Wawancara dengan Bapak Meseni (25 Juli 2022) dan Imam Haryono (5 Agustus 2022).

KITLV Digital Collections, Universitas Leiden. Diakses via https://digitalcollections.universiteitleiden.nl

Situs Resmi DKP Jatim. Diakses via https://ppptamperan.dkp.jatimprov.go.id

MettaNews. (2021). Galeri Foto Geliat Nelayan Tamperan. https://mettanews.id


Post a Comment

Previous Post Next Post

Contact Form