![]() |
Oleh: Ir. LA MEMA PARANDY, S.T.,M.M.,CBPA®
Program Hasta Cipta Presiden Prabowo Subianto menegaskan komitmen negara untuk berpihak pada rakyat kecil. Kebijakan elpiji 3 kg satu harga nasional jadi langkah nyata memastikan harga terjangkau bagi masyarakat miskin, UMKM, petani, dan nelayan. Dari sudut pandang manajemen rantai pasok, kebijakan ini bisa dioptimalkan melalui tiga hal: distribusi efisien, subsidi tepat sasaran, dan pengawasan berbasis teknologi. Dengan pendekatan ini, elpiji 3 kg bisa sampai ke tangan yang berhak dengan harga wajar, sejalan dengan semangat Hasta Cipta untuk kesejahteraan rakyat.
1. Distribusi Efisien untuk Jangkau Daerah Terpencil
Harga elpiji 3 kg di daerah terpencil sering melambung hingga Rp 30.000 per tabung, jauh di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) Rp 19.000. Ini karena biaya logistik tinggi dan infrastruktur distribusi terbatas. Program Hasta Cipta mendorong pembangunan Stasiun Pengisian Bulk Elpiji (SPBE) dan depo di wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T). Dengan Value Stream Mapping, kita bisa pangkas waktu dan biaya pengiriman dengan temukan hambatan, seperti keterlambatan distribusi.Studi di Malang tunjukkan optimalisasi rute distribusi dengan algoritma genetik hemat biaya hingga 20%. Pendekatan Just-In-Time juga cegah penumpukan tabung di pangkalan, pastikan pasokan lancar ke masyarakat miskin. Contoh keberhasilan ada di Sulawesi Utara, di mana dua SPBE baru tingkatkan akses elpiji. India, lewat Direct Benefit Transfer (DBT), berhasil kurangi biaya distribusi hingga 15% dengan teknologi pelacakan. Indonesia bisa tiru langkah ini untuk efisiensi maksimal.
2. Subsidi Tepat Sasaran dengan Data Akurat
Data tunjukkan 65,6% subsidi elpiji dinikmati masyarakat mampu, bukan kelompok sasaran seperti rumah tangga miskin. Hasta Cipta dorong sistem berbasis KTP, seperti yang diterapkan sejak 2024, untuk pastikan subsidi hanya untuk yang berhak. Dengan Six Sigma, kita bisa benahi Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) agar minim kesalahan, baik penerima tak berhak maupun kelompok miskin yang terlewat. India sukses dengan Direct Benefit Transfer sejak 2015, salurkan subsidi ke 95 juta keluarga miskin hingga 2023, kurangi kebocoran 24%. Sistem ini terhubung dengan nomor Aadhaar (KTP nasional), pastikan subsidi langsung ke rekening bank. Indonesia bisa adopsi pendekatan ini, perkuat DTKS dengan verifikasi KTP, seperti di PT. Bumi Sriwijaya Palembang, untuk dukung keadilan sosial.
3. Pengawasan Canggih Cegah Penyelewengan
Penyelewengan seperti pemindahan isi tabung ke wadah non-subsidi atau permainan harga masih marak. Hasta Cipta dukung teknologi seperti Internet of Things (IoT) dan Radio Frequency Identification (RFID) untuk lacak tabung secara real-time. Sistem ini bisa deteksi tabung yang keluar jalur atau harga di atas HET. India, dengan sistem Aadhaar, capai tingkat kepatuhan 98% dalam distribusi LPG. Indonesia bisa terapkan teknologi serupa, integrasikan dengan dashboard analitik untuk pantau anomali. Kolaborasi Pertamina, pemerintah daerah, dan penyedia teknologi wujudkan pengawasan terjangkau dan transparan, pastikan elpiji sampai ke masyarakat miskin dengan harga wajar.
Penutup
Kebijakan satu harga elpiji 3 kg dalam Hasta Cipta jadi bukti negara hadir untuk rakyat. Dengan distribusi efisien, subsidi akurat, dan pengawasan berteknologi, elpiji 3 kg bisa terjangkau dan tepat sasaran. Inspirasi dari India, yang salurkan subsidi ke 95 juta keluarga dengan efisiensi tinggi, perkuat keyakinan bahwa Indonesia bisa wujudkan energi murah dan adil. Kolaborasi lintas sektor dan investasi teknologi akan pastikan elpiji 3 kg jadi solusi nyata bagi kebutuhan energi masyarakat miskin, dukung ketahanan energi nasional.
Hasta Cipta bukan sekadar program, tapi cerminan visi besar untuk Indonesia yang inklusif. Dengan kebijakan ini, pemerintah tunjukkan langkah konkret wujudkan kesejahteraan rakyat. Masyarakat miskin kini bisa nikmati energi terjangkau tanpa khawatir harga melambung atau penyelewengan. Mari dukung Hasta Cipta sebagai tonggak menuju Indonesia yang lebih adil dan sejahtera, di mana setiap warga punya akses energi yang layak untuk kehidupan yang lebih baik.
*) Penulis adalah Mahasiswa Program S3 Agribisnis Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jawa Timur.Ketua Departemen Kerjasama Wilayah Jawa Tengah, Jawa Timur & Bali Badan Keahlian Teknik Industri - Persatuan Insinyur Indonesia (BKTI PII) Masa Bhakti 2023-2027, bekerja sebagai konsultan dan tinggal di Kabupaten Pacitan.