Regulasi tidak mengakomodasi kader terbaik partai sebagai calon bupati dan wakil bupati

Sindopos.com
agusPacitan,  Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) ditujuh kabupaten/kota membuka kembali masa perpanjangan pendaftaran pasangan calon bupati dan wakil bupati, terus menuai kontroversi. Sebagian masyarakat menilai, kelonggaran yang diberikan lembaga penyelenggara pemilu tersebut terkesan dipaksakan. Agus Haryanto, salah seorang pegiat LSM di Pacitan mengatakan, sebagian besar masyarakat mensinyalir partai politik yang berkesempatan mengusung pasangan calon bupati dan wakil bupati ditujuh kabupaten kota, dianggap sebagai biang penyebab tertundanya jadwal, program dan tahapan pemilu kepala daerah. Hingga akhirnya, Bawaslu merekomendasikan kepada KPU RI, terkait dibukanya kembali perpanjangan masa pendaftaran tahap ke-tiga di tujuh kabupaten/kota yang hingga batas akhir masa perpanjangan pendaftaran tahap kedua lalu, yaitu pada tanggal 1 hingga 3 Agustus, hanya didapati satu pasangan calon yang mendaftar. “Parpol seakan-akan diklaim sebagai pihak yang paling bersalah sebagai penghambat proses demokrasi,” katanya, Sabtu (8/8).
Menurut Agus, mencalonkan atau tidak sejatinya hak bagi parpol. Sehingga tidak benar, seandainya masyarakat menilai parpol’lah sebagai pihak yang paling bersalah. “Ini sebagai bukti adanya proses demokrasi. Parpol punya hak untuk mencalonkan ataukah tidak. Sehingga tidak bisa kalau mereka (parpol) harus dipaksa. Mencalonkan atau tidak, itu hak masing-masing parpol, ” ‎tutur mantan aktivis HMI itu pada wartawan.
Berangkat dari kasus tersebut, pegiat LSM yang sekarang ini bergabung sebagai konsultan teknis pada program pendampingan masyarakat itu menginginkan, agar pemerintah bisa meninjau kembali aturan yang telah ditetapkan.‎ Sebab, kalau prosesi pemilihan di tujuh kabupaten, termasuk di Pacitan, tetap dilaksanakan, terkesan sebagai ambisi dari parpol yang berkeinginan menduduki kursi jabatan di eksekutif. Lain itu, kalaupun ada parpol yang mengusung pasangan calon dan mendaftar ke KPU, dugaan adanya politik transaksional sangat kentara sekali. “Sehingga prosesi pemilu kepala daerah hanya sebagai pemuas syahwat politik parpol yang ingin memegang kekuasaan,” tegasnya.
Dalam pernyataan yang disampaikan kepada wartawan aktivis pemberdayaan masyarakat ini menyatakan bahwa "Jika pemilukada adalah proses mencari kader partai atau calon terbaik maka srjatinya parpol sudah menyediakan calon pemimpin pacitan 5 tahun kedepan. Hanya yang menjadi kendala adalah mekanisme dan regulasi tidak memberikan hak untuk dipilih untuk calon terbaik yang sudah mendaftar ini dikarenakan tidak ada lawan". Harus ada judicial review terhadap UU No. 8 tahun 2015 ini. Dengan adanya peninjauan kembali pada regilasi pemilukada maka pemilukada yang transaksional akan bisa dihindari ungkapnya. 
Agus juga menginginkan, pemerintah bisa memberikan win-win solution bagi pdiasangan calon yang telah mendaftar, namun tidak bisa mengikuti proses pemilihan lantaran tidak adanya pesaing. ‎Setidaknya, mereka bisa ada kesempatan mengikuti proses pemilihan meski harus melawan bumbung kosong. “Ini juga persoalan yang secara tegas belum diatur didalam Peraturan Perundang-Undangan,” tutupnya. (yun).

Post a Comment

Previous Post Next Post

Contact Form