Isapan Jempol Pola Partisipatif Monev Dana Desa

Peningkatan alokasi dana desa dari semula Rp9 triliun pada APBN 2015 menjadi Rp20,7 triliun pada APBN-P 2015 menghasilkan jumlah yang cukup besar untuk alokasi per desa. Nominal yang tidak sedikit ini tak dipungkiri menyisakan permasalahan pelik seputar bagaimana pengawasan penggunaan dana tersebut.

Masalah kesiapan Sumber Daya Manusia (SDM) pelaksana di desa merupakan hal yang harus mendapatkan perhatian ekstra. Sementara di level pemerintah pusat melakukan monitoring terhadap 72.944 desa (sesuai data Permendagri 18/2013) juga bukan hal mudah. 

Arahan Menteri Keuangan untuk memastikan dana transfer ke daerah dipergunakan sebagaimana mestinya tentu mendorong perlakuan yang sama terhadap dana desa. Setelah ke daerah dan kemudian ke desa uang tersebut digunakan untuk apa. Fungsi monitoring dan evaluasi (monev) harus dilaksanakan lebih efektif. Melihat coverage area dan entitas yang harus diawasi teramat sangat luas, masalah SDM menjadi kendala. Untuk itu dibutuhkan satu desain monev yang tepat sehingga bisa menjangkau semua desa.


Ada satu kemungkinan yang layak untuk dilirik dan dipertimbangkan. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri selama ini memiliki jaringan yang menjangkau hingga ke kelompok masyarakat terkecil.

Kita selama ini mengenal adanya Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) di PNPM Perkotaan serta Badan Koordinasi Antar Desa (BKAD) dan Unit Pengelola Kegiatan (UPK) di PNPM Perdesaan. 

Di satu sisi dana PNPM Mandiri perdesaan merupakan pos yang telah diidentifikasi untuk dialihkan menjadi dana desa. Hal ini dari sudut pandang human resources memunculkan polemic seputar tidak adanya hal yang bisa dikerjakan lagi oleh para pendamping PNPM Mandiri di level teknis seperti UPK dan BKAD. Struktur yang telah terbentuk dan kerjasama yang telah terjalin baik tentunya sayang apabila hilang begitu saja.
"Nominal alokasi dana desa yang tidak sedikit ini tak dipungkiri menyisakan permasalahan pelik seputar bagaimana pengawasan penggunaan dana tersebut."
BKM sendiri sejatinya merupakan wahana aktualisasi pembangunan partisipatif berbasis kebutuhan masyarakat. BKM ada dan didesain menjadi lembaga yang membumi dan menjadi representasi masyarakat. Selama ini mereka telah membuktikan diri mampu menjalankan fungsinya dengan baik.

Demikian pula dengan UPK yang mengelola operasional kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan di kecamatan dan membantu BKAD melakukan koordinasi. Pertanyaan yang mungkin muncul adalah mengapa BKM? Bukankah BKM lebih banyak bekerja di perkotaan sedangkan yang menjadi target adalah desa? Coba kita ambil esensi BKM itu sendiri. Sebagai lembaga yang sudah mengakar tentunya tidak terlampau sulit bagi BKM untuk melakukan koordinasi di masyarakat. Setidaknya pola kerjanya layak untuk dicontoh. 

Selain itu, data desa menunjukkan bahwa nomenklatur desa tidak hanya berada di kabupaten tetapi juga di kota. Perlu penelaahan lagi mengenai daerah dengan nomenklatur desa yang secara administratif berada di kota dan selama ini mendapat dana PNPM Mandiri. 

Fungsi monev yang mengikutsertakan lembaga yang sudah mengakar tersebut tentu akan sangat membantu, terutama mengingat monev yang selama ini dilakukan oleh Kementerian Keuangan hanya menjangkau kota atau kabupaten. Kalaupun sedikit jauh, hanya sebatas level Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang punya rentang kendali sebatas kabupaten/kota sehingga mudah dikontrol.

Namun ketika monev harus menjangkau wilayah perdesaan, tentunya menyisakan pekerjaan rumah yang tak sederhana untuk merumuskan kebijakan yang applicable. Sesuai Ketentuan pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 60 tahun 2014 pasal 26, pemerintah melakukan pemantauan dan evaluasi atas pengalokasian, penyaluran, dan penggunaan dana desa.

Monitoring dilakukan terhadap penerbitan peraturan bupati/walikota mengenai tata cara pembagian dan besaran dana desa, jumlah desa penyaluran, serta penyampaian laporan realisasi dan SiLPA Dana Desa. Selain itu ada pula kewajiban melakukan evaluasi terhadap penghitungan/pembagian dana di setiap desa oleh kabupaten/kota dan realisasi penggunaannya.

Dalam Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2014 tentang desa diatur bahwa pelaksanaan program dan kegiatan yang bersumber dari Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, dan lembaga non-Pemerintah wajib memberdayakan dan mendayagunakan lembaga kemasyarakatan yang sudah ada di desa. Pengaturan ini membuka peluang bagi BKM dan UPK yang selama ini mendampingi PNPM Mandiri untuk ikut serta mengawasi dana desa.

Selama ini monev PNPM yang dilakukan oleh World Bank melalui Implementation Support Mission juga telah melibatkan para pendamping PNPM di masyarakat. Mereka diwajibkan menyampaikan laporan penyerapan secara berkala ke tingkat pusat. Laporan tersebut dikompilasi dan dijadikan data utama untuk mengetahui penyerapan riil di setiap kelompok masyarakat. Untuk desa atau kecamatan yang tidak bisa menjalankan program tersebut, bisa diberikan punishment dengan cara ditangguhkan pencairan dana tahap berikutnya atau alokasi pada tahun berikutnya. 

Ketika Tim Implementation Support Mission yang beranggotakan personel dari World Bank, Kementerian Keuangan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Bappenas melakukan monev ke daerah, laporan tersebut dijadikan acuan. Lokasi yang didatangi benar benar merupakan titik dimana program tidak berjalan sehingga bisa langsung dilakukan pembinaan di tempat.

Sekali lagi, hal ini melibatkan pendamping PNPM di wilayah setempat yang sudah sangat mengenal medan dan secara day to day mendampingi masyarakat. Mulai dari penyusunan rencana kegiatan, pelaksanaan kegiatan, hingga kepenyusunan dan penyampaian laporan ke tingkat pusat. 

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi merespon kebutuhan pendampingan desa dengan memberdayakan tenaga pendamping PNPM yang selama ini sudah ada. Namun jumlah tenaga yang ada sekitar 13.000 ribu orang tentu masih kurang untuk mendampingi 72.944 desa sehingga direncanakan merekrut tenaga pendamping baru. Kementerian Keuangan bisa mengoptimalkan resource yang ada untuk keperluan monev yang sifatnya partisipatif.

Sense of belonging akan lebih terasa dengan pola partisipatif ini. BKM dan UPK sebagai civil society bertanggung jawab memastikan pembangunan di daerahnya berjalan baik. Independensi yang dimiliki lembaga ini membersitkan harapan bahwa fungsi monev yang diperlukan akan mampu diemban dengan baik. Dengan pengalaman mereka sebagai “operator” PNPM, rasa-rasanya akan mampu meringankan beban Pemerintah Pusat dalam memastikan dana desa dimanfaatkan dengan baik untuk kesejahteraan masyarakat.


Oleh Dhani Kurniawan, Pegawai di DJPK, Kementerian Keuangan. (Media Keuangan, Vol.X No.94/Juli 2015)

Post a Comment

Previous Post Next Post

Contact Form