Akik Red Baron Pacitan, Mulai Dibajak? Perajin Desak Pemkab Pacitan Segera Bersikap.

Akik Red Baron Pacitan, Mulai Dibajak
salah seorang perajin akik, saat menunjukkan akik Red Baron asli Pacitan
Sindopos.com - Keunggulan batu akik asli Pacitan, khususnya jenis Red Baron (Red Carnelian) ditengarai mulai menjadi ‎media kompetisi bagi bebatuan akik dari luar daerah. Bahkan, kuat disinyalir, belakangan sudah banter bebatuan akik asal kampung sebrang yang akan "membajak" keaslian batu kalsidon jenis Red Baron yang menjadi icon Kabupaten Pacitan tersebut. Tri Setya Wahyudi, salah seorang perajin batu akik di Pacitan, mengatakan, nama Red Baron, sejatinya berasal dari Sungai Maron, yang terletak di Desa Dersono, Kecamatan Pringkuku. Warna merah pada bebatuan asal sungai tersebut memang tengah diburu orang. Baik perajin sendiri, penjual, serta sejumlah kolektor memang sempat "tergila-gila" dengan pancaran warna merah yang terkandung dibebatuan dengan tingkat kekerasan diatas 7 skala mosh tersebut. "Pancaran warna merahnya yang begitu memukau, memang sempat menjadi objek buruan para kolektor," terang Yudi, begitu Tri Setya Wahyudi, biasa disapa, Senin (2/3).

Namun sekali lagi, sebagai lokasi situs tertua pada era purbakala, ketersediaan batu jenis tersebut disinyalir memang sangat terbatas. Berangkat dari kondisi itulah, sekarang ini ditengarai banyak bebatuan dengan corak, serat, serta warna merah yang bermigrasi ke Pacitan. Beberapa pihak yang memiliki bebatuan manca daerah itu mengklaim sebagai akik Red Baron kelas super. Sebab warnanya yang begitu pekat, tembus cahaya, serta memiliki daya tarik bagi setiap orang untuk memilikinya. "Padahal sejatinya, itu bukan batu asli Pacitan. Meski karakter, serta kekerasannya mirip‎ seperti kalsidon Red Baron asli Pacitan.  Tinggal kualitas pengkristalannya yang bisa membedakan. Kasus tersebut memang diperlukan kejelian bagi calon pembelinya," beber pria yang lebih dikenal dengan sebutan Jadug itu, kemarin.

Lebih lanjut, Yudi membeberkan, batu kalsidon jenis Red Baron, tidak memiliki karakter warna merah pekat, seperti bebatuan Ravlesia asal Lampung. ‎ Menurutnya, batu akik Red Baron, memang lebih didominasi warna merah agak cerah akan tetapi juga nampak kombinasi warna kekuningan layaknya warna buah tomat. Dari karakter warna seperti itulah, banyak orang mengklaim, bebatuan Red Baron disangka sebagai akik Tomato, lantaran warnanya menyerupai buah tomat. Tentu anggapan salah-kaprah tersebut, sempat menjatuhkan harga batu Red Baron yang sebenarnya. "Kalau warna merahnya kalah dengan kuning, dianggap Red Tomato yang harganya tak lebih dari Rp. 300 ribuan. Tetapi, kalau warna merahnya lebih mendominasi, meski itu bukan Red Baron, harganya tembus hingga puluhan juta rupiah. Ini dampak dari masuknya bebatuan luar daerah dengan karakter mirip kalsidon Red Baron," bebernya.
Berangkat dari beberapa persoalan diatas, perajin yang khas dengan rambut gondrongnya tersebut berharap agar pemerintah daerah bisa bersikap. Khususnya memberikan pengakuan atau semacam hak patent terhadap bebatuan asli Pacitan, khususnya jenis Red Baron yang selama ini masih berada di rating puncak. Sebab tanpa upaya tersebut, batu akik asli Pacitan akan mudah dibajak pihak-pihak tertentu. "Ini investasi sangat besar. Kalau sampai benar ada pembajakan, daerah dan masyarakat sangat dirugikan," tutur perajin batu asal Desa Bangunsari, Kecamatan/Kabupaten Pacitan itu.
Menyikapi persoalan diatas, Kepala Bidang Perdagangan, Dinas Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan (Dinkopindag) setempat, Hari Purwantoro, mengatakan, tidak bisa berbuat lebih. Sebab, trik-trik semacam itu, menurut sudut pandangnya, sah dilakukan oleh pelaku perniagaan. Hanya, pertanyaannya, kalau memang dugaan itu benar adanya, berarti kegiatan perniagaan seperti itu dinilai tidak sehat. Akan tetapi kembali lagi, semua bergantung dari sipenjual dan si pembeli. "Kalau mereka sudah sama-sama iklhas, serta deal dengan harga yang disepakati, ya sah-sah saja. Tidak memandang barang itu asli ataupun palsu. Yang penting kedua belah pihak sepakat dan dilandasi suka sama suka," terangnya.


Lebih lanjut, pejabat eselon IIIB itu mengakui, kasus tersebut memang cukup dilematis. Disatu sisi, Bidang Perdagangan, memang dibatasi skat cukup tebal untuk bisa cawe-cawe dengan masalah tersebut. Sebab, tidak akan mungkin pihaknya kembali mereview hasil kerajinan yang sudah berupa barang jadi dan siap jual. Asal-muasal bahan bakunya, serta kualitas dari hasil kerajinan tersebut tidak mungkin akan diperdebatkan lagi. "Kalau bidang kami, sepanjang barang tersebut sudah berupa produk jadi dan siap jual, ya gak ada masalah. Prosesnya bagaimana, kami tidak berwenang nguti-utik," tegas Hari.

Namun dia memberikan arahan, bagi calon pembeli diharapkan lebih waspada lagi. Jangan hanya tergiur keindahan sesaat, namun barang tersebut mungkin bukan asli seperti yang diinginkan. (Yun)
Yuniardi Sutondo
(Yuniardi Sutondo-Pacitan)
Kontributor Sindopos.com

Post a Comment

Previous Post Next Post

Contact Form