Perajin Akik, Sektor Jasa Yang Masih Tetap Eksis Ditengah Krisis

Sindopos.com - Pacitan, Disaat sektor perniagaan kembang-kempis, terdampak naik-turunnya harga bahan bakar minyak (BBM), sektor jasa masih tetap stabil.

Salah seorang perajin dan penjual ikat cincin akik
Salah seorang perajin dan penjual ikat cincin akik
Disaat sektor perniagaan kembang-kempis, terdampak naik-turunnya harga bahan bakar minyak (BBM), sektor jasa masih tetap stabil. Bahkan, cenderung mengalami kenaikan omzet.  Hal tersebut sebagaimana dialami sejumlah pengusaha penjual ikat cincin (emban) akik, serta perajinnya. Menurut H. Sugiharjanto, salah seorang pengusaha yang membuka toko emban dan perajin akik di Pacitan, mengatakan, omzet penjualan ikat cincin di tokonya, kian hari kian meningkat. Bahkan, saat harga BBM naik-turun, animo pembeli yang datang ke tokonya tak pernah surut. "Animo pembeli tetap stabil, bahkan adakalanya meningkat," terangnya, Selasa (7/4).
Kenaikan omzet tersebut lebih disebabkan tingginya animo masyarakat untuk mengenakan bebatuan mulia. Tentu, mereka juga butuh ikat, agar akik-akik pilihannya bisa dikenakan dengan cantik dijemari tangan, ataupun sebagai liontin. Dari kondisi inilah, omzet penjualan ikat cincin masih tetap bertahan ditengah himpitan ekonomi yang kian hari kian sulit.  Sugi, begitu Sugiharjanto, biasa disapa mengakui, demam akik memang tak pernah mengenal krisis. Bagi masyarakat penggemarnya, tak pernah peduli dengan himpitan hidup. Yang terpenting, bisa mendapatkan dan mengenakan akik idolanya. "Kondisi inilah yang membuat omzet penjualan ikat cincin, tetap bertahan ditengah krisis," bebernya, pada wartawan, kemarin.
Lebih lanjut, Sugi mengungkapkan, disaat harga BBM naik-turun dan laju inflasi terus bergerak masif, omzet penjualan ikat cincin serta jasa pemolesan batu akik, masih bisa bertahan dikisaran Rp 19 juta hingga Rp 20 juta/hari. Kondisi tersebut berbalik 180 derajat dengan sektor perniagaan lainnya. Seperti bahan material bangunan misalnya. Saat ini daya beli masyarakat terhadap material bangunan pabrikan merosot tajam hingga 50 persen lebih. Sebelum pemerintah melepas subsidi BBM jenis solar dan premium, omzet penjualan toko bangunan miliknya bisa tembus dikisaran Rp 40 juta hingga Rp 50 juta/hari. "Namun sekarang tinggal 15 juta-17 juta/hari. Ini sebagai dampak menurunnya daya beli masyarakat. Berbeda dengan sektor jasa yang masih tetap stabil bahkan cenderung meningkat," tuturnya.

Sugi memprediksi, kondisi ini akan terus berlangsung dalam kurun waktu yang tidak bisa ditentukan. Namun, soal omzet perniagaan lainnya, dimungkinkan baru akan terkerek setelah musim proyek nanti tiba. (yun).

Post a Comment

Previous Post Next Post

Contact Form