Implementasi Undang-Undang No. 06 Tahun 2014 Tentang Desa

Implementasi Undang-Undang No. 06 Tahun 2014 Tentang Desa

Sindopos.com - Persoalan kemiskinan yang tak berkesudahan hingga sekarang terus menjadi agenda perioritas pembangunan nasional dan secara keseluruhan belum mampu terpecahkan. Ini merupakan tanggungjawab bagi seluruh elemen masyarakat dan stakeholder terkait untuk menemukan cara atau strategi penaggulangan yang tepat guna. Kekurangan sandang, pangan, persoalan energi, dan daya beli masyarakat, kemuadian akses transportasi dan letak geografi juga ikut memberikan dampak langsung sulitnya pembanggunan di Desa. Menurut Dr. Bustang A.M, 2010, Kelompok miskin adalah masyarakat yang memiliki ketidakmampuan dalam pemenuhan kebutuhan dasar minimum (sandang dan pangan), keterbatasan memperoleh layanan kesehatan, pendidikan, keterbatasan dalam pemenuhan perumahan, air bersih, keamanan dan sanitasi yang baik dan sarat perspektif kultural, struktural dan situasional.


Sertifikasi Kompetensi dan Profesionalisme Jabatan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat dalam mewujudkan Desa yang maju, mandiri, dan sejahtera
Fakta kemiskinan bukan berarti meniadakan daya-daya masyarakat, melainkan masyarakat memiliki potensi melakukan kegiatan pemberdayaan berupa aktualisasi nilai-nilai tanggung jawab sosial yang diberikan kepada sesamanya sebagai wujud rasa kesetiakawanan dan kewajiban. Masyarakat yang mendiami desa merupakan kesatuan sistem kemasyarakatan yang berinteraksi dengan sistem kelembagaan lokal yaitu unsur pemerintahan dan organisasi/kelembagaan kemasyarakatan Desa. Program pendampingan dan pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan dengan pendidikan/penyuluhan terencana berdasarkan SKKNI Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat.

Gagasan mengenai peran kelembagaan lokal dalam pemberdayaan patut diapresiasi. Namun demikian terdapat beberapa hal yang perlu dikritisi lebih lanjut adalah (1) Bagaimana menyesuaikan materi program pemberdayaan dengan kapasitas dan karakteristik masyarakat Desa. Selama ini masyarakat Desa sulit mengakses pinjaman bunga rendah, bibit varietas unggul, sistem tanam, pupuk subsidi, penataan infrastruktur desa seperti irigasi sawah dan ladang, dan bantuan langsung alat dan Teknologi Tepat Guna pertanian, pertambagan, energy solar, kerajinan yang mengerakan kemandirian usaha membawa perubahan yang mengandung resiko kegagalan; (2) Adanya pemerataan kesempatan bagi masyarakat Desa. Program yang diberikan harus ditinjau sejauh mana kemampuannya menjangkau jumlah warga desa sasaran. Banyaknya warga yang belum berkesempatan mendapatkan layanan, bantuan, bahkan tidak dilibatkan dalam aktivitas Desa. Ketidakmampuan kelembagaan lokal menjangkau sasaran masyarakat miskin yang lebih luas, tidak merata dan tidak adil akan berdampak menimbulkan krisis kepercayaan. Masyarakat tidak memiliki harapan nasibnya akan membaik. Situasi ini berpotensi melanggengkan anggapan kemiskinan tidak dapat dirubah dalam perspektif kultural, struktural dan situasional.

Harapan bahwa semakin baik kelembagaan lokal mengaktualisasikan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik maka semakin baik upaya-upaya mengatasi kemiskinan sebagai wujud perhatian dan tanggung jawab sosial. Kelembagaan lokal baik pemerintah maupun organisasi kemasyarakatan memiliki kekuatan besar menggerakkan dan mengurangi beban sosial ekonomi masyarakat miskin lainnya. Nilai-nilai tolong menolong, gotong-royong, kebiasaan dalam kebersamaan ditumbuhkembangkan dan difasilitasi oleh pemerintah untuk untuk saling membantu diantara masyarakat.

Perspektif pemberdayaan masyarakat berbasis kelembagaan lokal tidak lepas dari peran Sumber manusia yang mumpuni serta profesional dapat dijadikan refleksi pada situasi kekinian. Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat (FPM) bagian penghubung pemerinta dan stakeholder akan semakin memperkuat peran kelembagaan untuk bertanggung jawab mengatasi persoalan ketidakberdayaan masyarakat. Menumbuhkembangkan nilai-nilai kesetiakawanan, kebersamaan, hidup saling tolong menolong sebagai modal masyarakat untuk menggerakkan masyarakat miskin, menemukan potensi-potensi lokal untuk dikelola sebagai sumber energy bersama. Wujud partisipasi tersebut dari,oleh dan untuk masyarakat merupukan elemen kunci setiap unsur dan sistem program pemerintah dalam menimplementasikan Undang-undang No. 06 Tahun 2014 tentang Desa.

Implementasi pemerintahan Desa dalam mewujudkan Desa yang maju, mandiri, dan sejahtera memiliki kekuatan konstitusional setelah disahkannya Undang-undang No.06 tahun 2014 tentang Desa. Maka mutlak tidak ada keraguan untuk mewujudkan upaya-upaya dan cita-cita pembanggunan Desa. Untuk mengimplementasikan Undang-Undang No. 06 Tahun 2014 Tentang Desa Dalam BAB XIV Pembinaan dan Pengawasan Pasal 112 ayat (4) “Pemberdayaan masyarakat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan dengan pendampingan dalam perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan pembangunan Desa dan kawasan Perdesaan”. BAB I Ketentuan Umum, Pasal 1 ayat (12) “Pemberdayaan masyarakat Desa adalah upaya mengembangkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat dengan meningkatkan pengetahuan, sikap, ketrampilan, prilaku, kemampuan, kesadaraan serta memanfaatkan sumber daya melalui penetapan kebijakan, program kegiatan, dan pendampingan yang sesuai dengan esensi  masalah dan perioritas kebutuhan masyarakat Desa”.

Pasal 2 “Penyelenggaraan pemerintah Desa, pelaksanaan pembanggunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa berdasarkan Pancasila, Undang-Undang Dasar tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhineka Tunggal Ika”. Sebagai wujud teknis pelaksananaan, maka pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 43 tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksana Undang-undang No. 06 tahun 2014 tentang Desa, Paragraf 2, Pendampingan masyarakat Desa Pasal 128 ayat (2) “Pendampingan masyarakat Desa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) secara teknis dilaksanakan oleh satuan kerja perangkat daerah kabupaten / kota  dan dapat dibantu oleh tenaga pendamping profesional, kader pemberdayaan masyrakat Desa, dan / atau pihak ketiga”. Penjelasan umum Halaman 17 dalam peraturan ini, pasal 128 ayat (2) “yang dimaksud dengan pihak ketiga, antara lain adalah Lembaga Swadaya Masyarakat, Perguruan Tinggi, Organisasi Kemasyarakatan, atau Perusahaan yang sumber keuangan dan kegiatannya tidak berasal dari anggaran Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah kabupaten / kota dan / atau Desa”.
Pasal 129 Ayat (1) Tenaga pendamping profesional sebagaimana dimaksud dalam pasal 128 ayat (2) terdiri atas: a. Pendamping Desa yang bertugas mendampingi Desa dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa, kerja sama Desa, Pengembangan BUM Desa, dan pembangunan yang berskala lokal Desa; b. Pendamping teknis yang bertugas mendampingi Desa dalam pelaksanaan program dan kegiatan sektoral; dan c.Tenaga ahli pemberdayaan masyarakat yang bertugas meningkatkan kapasitas tenaga pendamping dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa. Ayat (2) Pendamping sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memiliki Sertifikasi Kompetensi dan kualifikasi pendampingan di bidang ekonomi, sosial, budaya, dan / atau teknik.

Program-program berbasis pemberdayaan masyarakat yang dilaksanakan oleh Pemerintah sejak awal dasawarsa 1990-an, Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat  (PNPM) Mandiri 2007, PKH, P2KP dan lembaga non-pemerintah, pada dasarnya mengembangkan prinsip pengelolaan pembangunan partisipatif dan pemberdayaan masyarakat (community driven development) dengan misi meningkatkan kesejahteraan rakyat, memperkuat pilar ekonomi masyarakat/warga, serta mewujudkan pemerintahan yang baik (good governance). Pelaku utama pemberdayaan masyarakat yaitu para konsultan pendamping atau fasilitator pemberdayaan masyarakat perlu meningkatkan kualitas dan kemampuan profesionalnya secara sistematis melalui serangkaian pelatihan, praktik-praktik fasilitasi implementasi prinsip dan mekanisme program, serta pembelajaran bersama secara terus menerus.

Melalui Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) dan Lembaga Sertifikasi Profesi Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat (LSP-FPM) serta Asosiasi Profesi HAPMI, IPPMI, AFPM akan dilakukan uji kompetensi fasilitator pemberdayaan masyarakat sehingga mereka berhak atas sertifikat dan memperoleh pengakuan kompetensi. Tentunya akan tidak mudah memobilisasi kurang lebih 16.000 s/d 30.000 fasilitator pemberdayaan masyarakat Desa di seluruh Indonesia. Bahkan untuk mengawal satu (1) kabupaten seperti di Kabupaten Pacitan Jawa Timur Jumlah fasilitator pemberdayaan Desa yang dibutuhkan kurang lebih 150 s/d 170 orang. Kebutuhan akan tenaga Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat dalam mengawal proses pembangunan baik di desa/kelurahan, kecamatan, hingga kabupaten/kota terus meningkat. Dalam perkembangannya, jenis Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat juga beragam sesuai tuntutan pembangunan antara lain; fasilitator pemberdayaan, fasilitator teknis, fasilitator keuangan, dan sebagainya.


Fakta adanya kebutuhan akan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat yang memiliki kompetensi tertentu dan jumlahnya terus meningkat, menunjukkan bahwa fasilitator pemberdayaan masyarakat telah memenuhi syarat untuk menjadi sebuah profesi. Dalam SKKNI FPM 2011, Profesi adalah pekerjaan yang membutuhkan pelatihan dan penguasaan terhadap suatu pengetahuan khusus. Pentingnya sertifikasi profesi, akan memberikan implikasi kepada banyak pihak yaitu: (1). Masyarakat, sertifikasi akan menjamin terselenggaranya layanan pemberdayaan masyarakat yang berkualitas, (2). Institusi pengguna, sertifikasi akan menjamin bahwa tenaga Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat yang dipekerjakan benar-benar memiliki kompetensi sesuai kebutuhan dan biaya yang telah dikeluarkan, (3). Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat, sertifikasi ini merupakan pengakuan terhadap profesinya dan diikuti oleh adanya penghargaan (gaji, upah, dan insentif lain) yang memadai, sesuai dengan standar gaji atau remunerasi yang berlaku bagi seorang tenaga professional dan tingkat pengalaman yang dimiliki. Dengan demikian, masa depan dan keberlanjutan profesi Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat akan terakui dan terjamin, sehingga mampu berpartisipasi mewujudkan mewujudkan Desa yang maju, mandiri, dan sejahtera. Wallahualambisahwab.

Oleh : LA MEMA PARANDY,ST.,MM.

Direktur Eksekutif Lembaga Peduli Pelayanan Masyarakat (LPPM) Jawa Timur
Inisiator Pembentukan Himpunan Ahli teknik dan Pemberdayaan Masyarakat Indonesia (HAPMI) Kabupaten Pacitan tahun 2014.
Hp. 085203425232, E-mail : lamemaparandy@gmail.com

Post a Comment

Previous Post Next Post

Contact Form